Dalam dunia keuangan modern, fenomena psikologis yang dikenal sebagai FOMO atau Fear of Missing Out (takut ketinggalan) memiliki pengaruh besar terhadap perilaku investasi dan pengeluaran konsumen.
Meski sering dikaitkan dengan gaya hidup dan media sosial, FOMO ternyata juga memiliki dampak serius terhadap pengambilan keputusan finansial, yang seringkali merugikan.
Mengungkap Psikologi di Balik FOMO Finansial
FOMO berakar dari keinginan manusia yang mendalam untuk tidak tertinggal dan memaksimalkan peluang. Dalam ilmu ekonomi perilaku, ini disebut sebagai cognitive bias, yaitu kecenderungan untuk merasa cemas dan menyesal karena tidak ikut serta dalam peluang yang tampak menguntungkan, terutama saat orang lain terlihat sukses dari peluang tersebut.
Menurut Dr. Eldar Shafir, seorang ahli perilaku terkemuka, FOMO bukan sekadar emosi biasa. Ini adalah reaksi otak terhadap imajinasi akan potensi keuntungan cepat. Otak memproses informasi tersebut sebagai sesuatu yang mendesak, dan akhirnya mengabaikan perhitungan rasional seperti risiko, waktu, dan kondisi finansial pribadi.
FOMO, Gelembung Investasi, dan Volatilitas Pasar
Bila ditelusuri lebih jauh, banyak lonjakan harga aset dan krisis pasar bermula dari efek domino yang disebabkan oleh FOMO. Ketika harga aset naik drastis, ketakutan akan ketinggalan mendorong lebih banyak orang untuk membeli, sehingga permintaan meningkat di luar nilai sebenarnya. Akhirnya, koreksi pasar terjadi, dan mereka yang masuk di tahap akhir biasanya mengalami kerugian besar.
Sebuah studi tahun 2023 yang dipublikasikan dalam Journal of Behavioral Finance mengungkap bahwa individu yang rentan terhadap FOMO 40% lebih mungkin melakukan perdagangan berisiko tinggi dan aksi jual panik. Ini menambah volatilitas pasar dan merusak kestabilan portofolio secara keseluruhan, yang pada akhirnya menghambat proses membangun kekayaan jangka panjang.
Peran Media Sosial dalam Memperkuat FOMO Finansial
Tidak bisa dipungkiri, media sosial memperbesar efek FOMO. Setiap hari, pengguna disuguhi postingan orang lain yang memamerkan hasil investasi, barang-barang mewah, atau gaya hidup glamor. Tanpa disadari, ini menciptakan tekanan psikologis dan perasaan “harus ikut sukses” meski kondisi keuangan pribadi belum siap.
Dr. Susan Weinschenk, psikolog keuangan, menjelaskan bahwa media sosial menciptakan lingkaran umpan balik berupa perbandingan sosial terus-menerus. Tekanan ini mendorong pengambilan keputusan impulsif yang tidak sejalan dengan toleransi risiko atau tujuan keuangan pribadi. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam keputusan finansial yang merugikan demi “tampil” sukses.
Dampak FOMO dalam Manajemen Keuangan Pribadi
Dampak FOMO tak hanya terbatas pada dunia investasi. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak keputusan konsumtif yang juga dipicu oleh keinginan untuk tidak tertinggal. Mulai dari pembelian impulsif karena promo terbatas, penggunaan kartu kredit berlebihan untuk mengikuti gaya hidup orang lain, hingga penarikan tabungan darurat untuk membeli barang mewah.
Survei konsumen terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden mengaku pernah melakukan pembelian dalam setahun terakhir hanya karena takut ketinggalan. Pola pengeluaran seperti ini tidak hanya menyebabkan utang menumpuk, tetapi juga menghambat kebiasaan menabung, yang pada akhirnya mengganggu keamanan finansial.
Strategi Menghindari Kesalahan Finansial karena FOMO
Mengendalikan pengaruh FOMO sangat penting untuk menjaga kesehatan keuangan. Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran diri melalui edukasi tentang bias perilaku. Konsultan keuangan menyarankan untuk menetapkan tujuan keuangan yang jelas dan menuliskannya, serta mengikuti strategi investasi yang disiplin.
Profesor Meir Statman, pakar keuangan perilaku, menyarankan praktik “mindfulness finansial” yakni membiasakan diri mengevaluasi keputusan keuangan berdasarkan tujuan jangka panjang, bukan tekanan sosial sesaat. Mengurangi waktu di media sosial dan memberi jeda sebelum membuat keputusan pembelian juga terbukti efektif dalam menurunkan impulsivitas.
Keputusan finansial yang terus-menerus dipengaruhi oleh FOMO tidak hanya merugikan sesaat, tetapi juga berdampak besar dalam jangka panjang. Pembelian aset yang salah waktu, utang konsumtif yang membengkak, dan hilangnya dana darurat bisa mengikis daya tahan finansial. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat pertumbuhan kekayaan dan menurunkan kualitas hidup.
FOMO dalam keuangan menunjukkan bahwa emosi sering kali lebih dominan daripada logika saat berurusan dengan uang. Namun, dengan menggabungkan wawasan perilaku dan perencanaan yang terstruktur, Anda bisa mengambil alih kendali dan membuat keputusan yang sesuai dengan kepentingan finansial sejati. Mengalahkan FOMO bukan hanya tentang menahan diri, tetapi juga tentang meraih kemandirian dan ketenangan finansial.